Sabtu, 09 Juni 2012


PERKEMBANGAN ARTISTIK ANAK DI SD MENGENAL KARAKTERISTIK SISWA SD

BAB 4
PERKEMBANGAN ARTISTIK ANAK DI SD
MENGENAL KARAKTERISTIK SISWA SD
Guru sebagai pelaksana proses pendidikan dan pembelajaran sudah selayaknya memiliki kompetensi dalam menjalankan tugas profesinya. Kompetensi yang dimasksud adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional, dan kompetensi sosial. Secara khusus berkaitan dengan Bahan Balajar Mandiri ini adalah kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru. Syukur, Dkk (2005: 5-6) menjelaskan bahwa: “Standar Kompetensi Pedagogik Guru Seni adalah memiliki kemampuan mengelola peserta didik yang meliputi: pengetahuan dan pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran peserta didik, evaluasi hasil belajar, penelitian kelas, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya”.
Atas dasar di atas, sebelum Anda memahami lebih jauh mengenai perkembangan seni rupa anak-anak pada jenjang pendidikan dasar, maka terlebih dulu perlu dipahami karakteristik khusus anak pada usia sekolah dasar serta peran yang harus dilakukan dalam mengembangkan fotensi anak berdasarkan karakteristik yang dimilikinya. Karakteristik yang dimiliki oleh anak-anak ini akan mendasari pemahaman Anda dalam memahami perkembangan seni rupa lebih lanjut. Sedangkan pemahaman peran guru akan melandasi bagaimana seharusnya guru dalam menghadapi kondisi siswa sekolah dasar dalam konteks pembelajaran.
A. Karakteristik, Fase dan Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar
1. Karakteristik dan Fase Perkembangan Anak
Masa anak-anak (midle childhood) berlangsung antara usia 6 – 12 tahun. Masa ini sering disebut juga masa sekolah, yaitu masa matang untuk belajar atau masa matang untuk sekolah. Pada masa ini mereka menginginkan untuk menguasai kecakapan-kecakapan baru yang dapat diberikan oleh sekolah. Simanjuntak dan Pasaribu (1983: 68) menegaskan bahwa salah satu tanda permulaan periode bersekolah ini ialah sikap anak terhadap keluarga tidak lagi egocentris melainkan objektif dan empiris terhadap dunia luar. Jadi telah ada sikap intelektualis sehingga masa ini disebut periode intelektual. Hal ini sejalan dengan pendapat Nasution (1995: 44) bahwa masa usia sekolah ini sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian sekolah. Pada masa ini secara relatif anak-anak mudah untuk dididik dari pada masa sebelumnya dan sesudahnya
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa karaktertistik prilaku anak pada usia ini berdasarkan jenis kelaminnya diketahui bahwa anak laki-laki lebih banyak melakukan agresivitas, aktivitas, dominasi dan inpulsif dalam tingkah lakunya. Mereka memiliki kecakapan mengamati ruang dan pengertian kuantitatif lebih kuat dan lebih baik dibandingkan dengan anak wanita. Sementara itu, anak wanita lebih banyak melakukan tingkah laku cemas. Akan tetapi mereka mempunyai kecakapan verbal yang lebih baik dari pada anak laki-laki.
Pada usia 6-12 tahun ini, objek gambar anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan. Hal idi ditegaskan oleh Fisher (1978: 5) bahwa pada umumnya anak perempuan menggambar pemandangan (lanscape) yang dilengkapi dengan binatang, pohon, bunga, bangunan, orang dan mata hari. Sementara itu anak laki-laki menggambarkan suasana perang, mobil, perahu, atau kartun.
Pada jenjang pendidikan sekolah dasar ini dapat diperinci menjadi dua fase, yaitu:
1.
Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira umur 6,0 atau 7,0 sampai umur 9,0 atau 10,0.
2.
Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, kira-kira umur 9,0 atau 10,0 sampai umur 12,0 atau 13,0.
Dari pembagian fase masa keserasian sekolah di atas maka (Nasution, 1995: 45) memperinci beberapa sifat khas anak pada masing-masing fase sebagai berikut:
1) Masa Kelas-kelas Rendah Sekolah Dasar
a)
Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan pertumbuhan jasmani dengan prestasi sekolah.
b)
Adanya sikap yang cenderung untuk mematuhi peraturan-peraturan permainan yang tradisional.
c)
Ada kecenderungan memilih sendiri
d)
Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain, kalau hal itu dirasanya menguntungkan untuk meremehkan anak lain.
e)
Kalau tidak dapat menyelesiakan sesuatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting.
f)
Pada masa ini (terutama pada umur 6,0 sampai 8,0) anak menghendaki nilai (angka rapor) yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak
2. Masa Kelas Kelas Tinggi Sekolah Dasar
Bebarapa sifat khas anak-anak pada masa ini adalah sebagai berikut:
a)
Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret; hal ini menimbulkan danya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.
b)
Amat realistik, ingin tahu dan ingin belajar.
c)
Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus, yang oleh ahli-ahli yang mengikuti teori faktor ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor.
d)
Sampai kira-kira umur 11,0 anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginnannya; setelah kira umur 11,0 pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikannya sendiri.
e)
Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagi ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah
f)
Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini anak tidak lagi terikat pada aturan permainan yang tradisonal; mereka membuat peraturan sendiri.
2. Tugas Perkembangan (Development Task) Anak Usia Sekolah Dasar
Dalam kajian psikologi pendidikan Muhamad Surya (1992: 13) mengelompokkan ada tiga ciri utama pada masa sekolah dasar ini, yaitu:
1.
Dorongan anak untuk ke luar rumah dan masuk ke dalam kelompok sebaya (peer group).
2.
Keadaan fisik yang mendorong anak untuk masuk ke dalam dunia permainan dan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan.
3.
Dorongan mental untuk memasuki dunia konsep-konsep, logika, simbol (lambang) dan komunikasi secara dunia.
Sejalan dengan tiga ciri utama di atas, maka tugas perkembangan pada usia sekolah dasar ini di antaranya:
1.
Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan
2.
Membina sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai suatu organisme yang sedang berkembang.
3.
Belajar bergaul dengan teman yang sebaya.
4.
belajar berperan sebagai pria atau wanita seara tepat.
5.
mengembangkan dasar-dasar keterampilan membaca, menulis dan berhitung dengan baik sesuai dengan tuntutan masyarakat.
6.
mengembangkan konsep-konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
7.
mengembangkan kata hati, moral dan skala-skala nilai.
8.
Mencapai kemerdekaan pribadi
9.
Mengembangkan sikap terhadap kelompok dan lembaga sosial.
Sumber:
Fisher, E. F. (1978). Aesthetic Awareness and the Child. Illionis: F. E. Peaccock Publishers, Inc.
Nasution, Noehi. (1995) Psikologi Pendidikan. Jakarta Universitas Terbuka
Surya, Moh. ( 1992) Psikologi Pendidikan (Cetakan ke 5 (Revisi). Bandung: Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP IKIP B andung.
Syukur, Sugeng. (2005). Peta Kompetensi Guru Seni (Seni Rupa, Seni Tari, Seni Musik). Bandung: Kerjasama Direktorat Jendral PMPTK Depdiknas dengan Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni UPI.
LATIHAN
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan memilih a, b, c, atau d pada jawaban yang paling benar
1.
Anak usia 6- 12 tahun disebut masa sekolah. Hal yang mendukung pernyataan tersebut di antarnya, kecuali….
a.
anak memiliki minat untuk sekolah
b.
anak memiliki kematangan untuk belajar
c.
anak mulai bergaul dengan teman sekolah
d.
anak memiliki sikap egosentris terhadap temannya
2.
Yang termasuk sifat-sifat khas anak kelas rendah adalah kecuali…
a.
Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan pertumbuhan jasmani dengan prestasi sekolah.
b.
Adanya sikap yang cenderung untuk mematuhi peraturan-peraturan permainan yang tradisional.
c.
Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret; hal ini menimbulkana danya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.
d.
Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain, kalau hal itu dirasanya menguntungkan untuk meremehkan anak lain.
3. Keadaan fisik yang mendorong anak untuk masuk ke dalam dunia permainan dan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan. Hal ini merupakan salah satu… anak usia sekolah dasar.
a.
Tugas perkembangan
b.
Ciri utama perkembangan
c.
Karakteristik perkembangan
d.
Fase perkembangan
4. Salah satu karakteristik perkembangan anak kelas 1 dan 2 sekolah dasar adalah sangat menyenangi permainan imajinatif, tari, cerita dan permainan. Berdasarkan kondisi tersebut sebaiknya memberikan pengajaran berupa….
a.
Menggunakan boneka dan dibuat cerita
b.
Kegiatan permainan psikomotor dan main peran
c.
Menyajikan banyak topik sebagai bahan motivasi
d.
Memajang pekerjaan (karya) di ruangan kelas
5. Sampai kapan kira-kira anak membutuhkan guru atau orang dewasa lain untuk menyelesaikan tugasnya?
a.
Sampai usia 8 tahun
b.
Sampai usia 9 tahun
c.
Sampai usia 10 tahun
d.
Sampai usia 11 tahun
6. Manakah karakteristik perkembangan anak kelas 5 dan 6 yang tepat?
a.
Mengagumi gerak dan alat alat mekanik
b.
Koordinasi mata dan tangan telah terimproviasasi
c.
Menyenangi bekerja dalam proyek berkelompok
d.
Menyenangi buku komik
7. Dalam kegiatan mengajar, manakah peran guru sebagai model dalam pembelajaran?
a.
guru melibatkan diri untuk ikut mewarnai gambar secara berkelompok.
b.
guru menentukan tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan pembelajaran seni.
c.
guru mengarahkan minat siswa dalam memilih materi pembelajaran seni.
d.
guru memberikan penjeasan cara mengolah dan mewarnai gambar.
8. Berikut ini adalah kemampuan merespon karya oleh anak kelas 5 dan 6 sekolah dasar, kecuali.…
a.
melakukan kritik seni.
b.
Menilai karya seni.
c.
Membahas keunggulan karya
d.
Mengamati karya
9. Salah satu bentuk peran guru sebagai pengelola kelas adalah….
a.
memimpin diskusi dalam membahas karya seni
b.
menjelaskan teknik membuat karya seni.
c.
Memberikan bimbingan terhadap siswa dalam berkarya
d.
Menentukan kesulitan siswa dalam berkarya
10. Pemahaman karakteristik anak perlu diketahui dan dipahami oleh guru dalam menjalankan tugas profesinya. Hal ini merupakan landasan… dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran.
a.
psikologis
b.
sosial
c.
budya
d.
ilmu
TUGAS
Untuk mengetahui pemahaman Anda terhadap materi yang telah dipelajari, silahkan Anda mengejakan latihan.
2.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan masa anak-anak sekolah dasar.
3.
Bagaimana kecenderungan prilaku anak-anak berdasarkan jenis kelamin pada usia sekolah dasar?
4.
Uraikan tugas perkembangan anak usia sekolah dasar.
Glosarium:
Agresivitas : sikap agresif.
Kelas rendah : usia anak kelas 1 – 3 sekolah dasar, kira-kira umur 6,0 atau 7,0 sampai umur 9,0 atau 10,0.
Kelas tinggi : usia anak kelas 4-6 sekolah dasar, kira-kira umur 9,0 atau 10,0 sampai umur 12,0 atau 13,0.
Kelompok sebaya : teman seusianya.
Tugas Perkembangan : tugas yang dimiliki individu dalam kehidupannya, fase perkembangan tiap orang hampir sama, namun tempo perkembangan tiap individu berbeda

MENGENAL PERIODISASI PERKEMBANGAN SENI RUPA ANAK-ANAK

1
MENGENAL PERIODISASI PERKEMBANGAN SENI RUPA ANAK-ANAK
Oleh: Bandi Sobandi Tujuan Pembelajaran Setelah memahami pokok bahasan ini, diharapkan Anda dapat:
1. Menyebutkan tahap perkembangan seni rupa menurut para ahli.
2. Menguraikan karakteristik masing-masing tahap perkembangan seni rupa menurut Victor Lowenfeld.
3. Menganalisis karya gambar yang dibuat anak berdasarkan periodiasi perkembangan seni rupa anak (tema, teknik, ciri-ciri).
Pemahaman dunia kesenirupaan anak-anak diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar seni rupa terutama untuk:
- memilih pendekatan dalam membina interaksi belajar mengajar yang baik;
- merancang bahan pengajaran, baik tahunan, semesteran, harian;
- memilih dan menentukan jenis kegiatan yang sesuai dengan pusat minat (perangsang daya cipta) pada saat-saat tertentu;
- memilih dan menetukan metode yang akan digunakan dalam proses pembelajaran; dan
- mengadakan evaluasi agar kita tidak keliru dalam menggunakan tolok ukur, agar ciri-ciri keberhasilan gambar buatan orang dewasa tidak digunakan untuk mengukur keberhasilan gambar buatan anak kecil.
A. Perkembangan Seni Rupa Anak Sekolah Dasar
Setiap guru SD perlu mengenal latar belakang anak didiknya, khususnya landasan teori tentang dunia kesenirupaan anak yang telah dikembangkan oleh para ahli, agar ia dapat memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa.
2
Anak Sekolah Dasar (SD) berusia sekitar 6 - 12 tahun. Berdasarkan teori tahap-tahap perkembangan menggambar/seni rupa secara garis besar dapat dibedakan dua tahap karakteristik, yaitu kelas I sampai dengan kelas III ditandai dengan kuatnya daya fantasi-imajinasi, sedangkan kelas IV sampai dengan kelas VI ditandai dengan mulai berfungsinya kekuatan rasio. Perbedaan kedua karakteristik ini tampak pada gambar-gambar (karya dua dimensi) atau model, patung dan perwujudan karya tiga dimensi lainnya. Ada dua cara untuk memahami perkembangan seni rupa anak-anak. Pertama, mengkaji teori-teori yang berkaitan dengan perkembangan senirupa anak menurut para ahli. Kedua, mengamati dan mengkaji karya anak secara langsung. Hal ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan karya anak berdasarkan rentang usia yang relevan dengan teori yang telah kita pelajari. Melalui kegiatan ini, diharapkan kita bisa memahami perkembangan seni rupa anak secara komprehensif. Dalam psikologi perkembangan dinyatakan baha pada rentang kehidupan manusia khususnya anak ada yang disebut masa keemasan yang dikenal dengan masa peka. Hal ini dipertegas oleh Piere Duquet (1953: 41) bahwa: “A childre who does not draw is an anomaly, and particulary so in the years between 6 an 10, which is outstandingly the golden age of creative expression”. Pada masa peka atau keemasan ini anak harus diberi kesempatan agar potensi yang dimilikinya berfungsi secara maksimal. Masa peka tiap orang berbeda-beda. Secara umum, masa peka menggambar ada pada masa lima tahun, sedangkan masa peka perkembangan ingatan logis pada umur 12 dan 13 tahun (Muharam dan Sundaryati, 1991: 33). Selanjutnya, untuk terciptanya kesempatan bagi siswa agar dapat melakukan ekspresi kreatif, maka guru perlu melakukan kegiatan berupa: 1) memberi perangsang (stimulasi) kepada siswa, 2) guru dapat mempertajam imajinasi dan memperkuat emosi siswa dengan menggunakan metode pertanyaan yang dikembangkan Sokrates.
Kemampuan siswa kelas rendah dalam membuat gambar tampak lebih spontan dan kreatif dibandingkan dengan siswa kelas tinggi. Hal ini terjadi karena
3
semakin tinggi usia anak, maka kemampuan rasionya semakin berkembang sehingga dapat berpikir kritis. Kondisi ini akan mempengaruhi anak dalam hal spontanitas dan kreatifitas karya. Bila rasionya sudah berfungsi dengan baik, maka dalam membuat karya seni, misalnya menggambar, mereka selalu mempertimbangkan objek gambar secara rasional; bentuk yang baik, proporsi yang tepat, penggunaan warna yang cocok sesuai dengan benda yang dilihatnya. Sejalan dengan pendapat di atas, sebagai guru pendidikan seni rupa perlu memahami perkembangan artistik (artistic development) peserta didik. Sehubungan dengan itu, Dennie Wolf dan Howard Gardner (Hausman, 1980: 56) mendeskripsikan perkembangan artistik anak sebagai berikut: PERKEMBANGAN ARTISTIK (Artistic Development)
PHASE
AGE
MAJOR FEATURE
CHALLENGE FOR EDUCATION IN THE ART
Child as Drect Communicator
0-18-24 month
Fundamental forms of direct communication; acquisition of a trusting relation with other Awareness of a stable object world to communicate about
Transition from direct bodily expression to more “distant” and rigorous symbolic expressions (i.e., from crying to asking, from grabbing to pointing)-with the convidence that tht audience of “other” will watch, listen, and respond
Child as Symbol User
18-24 months-5-7 years
Understanding the fundamentals of symbol use: creating an “reading”
Transition from aspontaneous and idiosyncratic to socioculturally dictated forms of representation (i.e., from subjective portrayals to realism) Still preserving spontaneity originality, individuality
Youth as Craftsman
5-7-11-13 years
Socialization of self-expression; emergence of conscience Urge for competence; impluence of peers Emergence of basic categoris of adult thought; decline in egocentrism
Transition from strict competence to a recombination of craft with self expression; the acquisition of critical tools as well as articulated personal tastes and standards without paralyzing feelings of inadequacy
4
PHASE
AGE
MAJOR FEATURE
CHALLENGE FOR EDUCATION IN THE ART
Youth as Critic and Full Participant in the Artistic Process
11-13 years on
The internalization of thougt Reflectivity Capacity to think hypotetically and to confron choices
Berdasarkan pandangan pada tabel di atas, anak usia sekolah dasar (7-13 tahun) memiliki kompetensi untuk memadukan karya kerajinan (craft) dengan kemampuan ekpresi diri. Selain itu pula kemampuan kritik juga dimiliki sejalan dengan perkembangan intelektualnya. Secara khusus, karakteristik anak pada usian 11- 13 tahun ini adalah memiliki kemampuan berpikir kritis dan ikut terlibat dalam proses artistik. Secara umum dapat dikatakan bahwa karya seni rupa anak bersifat ekspresif dan dinamis (Camaril, dkk. 1999). Apa yang digambarkan anak mencerminkan pribadinya, mengungkapkan apa yang diketahuinya dan tidak menggambar sesuai dengan kenyataan. Kesukaan akan gerak digambarkan dengan warna tajam mencolok serta objek-objek penuh gerak seperti binatang, orang, kendaraan. Tetapi, jika dikaji ternyata bahwa secara umum terjadi pentahapan (periodisasi) dalam perkembangan dunia kesenirupaan anak. B. Periodisasi Perkembangan Seni Rupa anak-anak Pengelompokan periodisasi karya seni rupa anak dimaksudkan agar kita mudah mengenali karakteristik perkembangan anak berdasarkan usianya. Dalam mengungkapkan gagasannya, anak masih memandang gambar sebagai satu ungkapan keseluruhan. Hal ini belum tampak bagian demi bagian secara rinci. Yang tampak hanyalah bagian-bagian kecil yang menarik perhatian, terutama yang menyentuh perasaan dan keinginannya.
Ada beberapa tokoh yang telah melakukan kajian yang seksama berkenaan dengan periodisasi karya seni rupa anak, di antaranya Corrado rici dari Italia (1887), Kemudian dilanjutkan oleh Sully, Kerchensteiner, William Stern, Cyrul Burt,
5
Margaret Meat, Victor Lowenfeld dan Brittain, Rhoda Kellogg, Scot, Langsing, dan lain-lain. 1. Perodisasi menurut Kerchensteiner (Muharam dan Sundaryati, 1991: 34) Upaya yang telah dilakukan Kerchensteiner adalah mengadakan penyelidikan pada anak-anak dari masa bayi sampai empat belas tahun. Dari 100.000 buah gambar ia menggolongkannya dalam beberapa periode, masa, yaitu: Masa Mencoreng : 0 - 3 tahun Masa bagan : 3 - 7 tahun Masa bentuk dan garis : 7 - 9 tahun Masa bayang-bayang : 9 - 10 tahun Masa persfektif : 10 - 14 tahun
2. Periodisai menurut Cyrl Burt (Lowenfeld, 1975: 118-119) Membagi periodisasi gambar menjadi tuju tingkatan, yaitu: Masa mencoreng : 2 - 3 tahun Masa garis : 4 tahun Masa simbolisme deskriptif : 5 - 6 tahun Masa realisme deskriftif : 7 - 8 tahun Masa realisme visual : 9 - 10 tahun Masa represi : 10 – 14 tahun Masa pemunculan artistic : masa adolesen
3. Periodisasi masa perkembangan seni rupa anak menurut Viktor Lowenfeld dan Lambert Brittain adalah: Penyelidikan yang dilakukan terhadap anak-anak usia 2 sampai 17 tahun menghasilkan periodisasi sebagai berikut: Masa mencoreng (scribbling) : 2-4 tahun Masa Prabagan (preschematic) : 4-7 tahun Masa Bagan (schematic period) : 7-9 tahun Masa Realisme Awal (Dawning Realism) : 9-12 tahun
6
Masa Naturalisme Semu (Pseudo Naturalistic) : 12-14 tahun Masa Penentuan (Period of Decision) : 14-17 tahun.
4. Periodisasi masa perkembangan seni rupa anak menurut Rhoda Kellog dan Scott (Muharam dan Sundaryati, 1991: 34-35) Beliau melakukan penelitian di 30 negara dengan lukisan/gambar anak yang diteliti lebih dari 1.000.000 gambar. Hasil penelitiannya terhadap gambar anak-anak cicatat dengan teliti. Coretan dan corengan (Scribble and Scriblin) : 2 - 3 tahun Rahasia bentuk (The Secrets of Shape) : 2 - 4 tahun Seni Kontur (Art in Outline) : 2 - 4 tahun Anak dan desain (The Child and Design) : 3 - 5 tahun Mandala, matahari dan Radial (Mandlas, Suns, and Radials): 3 - 5 tahun Manusia People) : 4 - 5 tahun Mirip Gambar (AlmostPictures) : 4 – 6 tahun Gambar (Pictures) : 5 –7 tahun
5. Periodisasi masa perkembangan seni rupa anak menurut Lansing (Kamaril, 1999: 2.38) Masa coreng-moreng : 2-4 tahun Masa/tahap figurative : 3-12 tahun Subtahap permulaan figuratif : 3 -7 tahun Subtahap pertengahan figuratif : 9-10 tahun Subtahap akhir figuratif : 9-12 tahun Tahap artistik : 12 tahun ke atas
Berdasarkan tahapan periodisasi di atas, pada bahan belajar mandiri ini Anda akan mempelajari pendapat yang dikemukakan antara lain dari Viktor Lowenfeld dan Brittain. Alasan pemilihan pendapat tokoh ini karena pembagian usia anak lebih
7
lengkap dan dipandang mewakili, sesuai dengan jenjeng pendidikan di negara kita, yaitu usia 7 – 12 tahun (SD), 13 – 15 tahun (SMP), dan usia 16 –18 tahun (SMA). Tahap perkembangan menurut Viktor Lowenfeld dan Lambert Brittain (1970) dalam: Creative and Mental Growth membagi periodisasi perkembangan seni rupa anak sebagai berikut: 1. Masa Coreng-Moreng (Scribbling Period) Kesenangan membuat goresan pada anak-anak usia dua tahun bahkan sebelum dua tahun sejalan dengan perkembangan motorik tangan dan jarinya yang masih menggunakan motorik kasar. Hal ini dapat kita temukan anak yang melubangi atau melukai kertas yang digoresnya. Goresan-goresan yang dibuat anak usia 2-3 tahun belum menggambarkan suatu bentuk objek. Pada awalnya, coretan hanya mengikuti perkembangan gerak motorik. Biasanya, tahap pertama hanya mampu menghasilkan goresan terbatas, dengan arah vertikal atau horizontal. Hal ini tentunya berkaitan dengan kemampuan motorik anak yang masih mengunakan moRotik kasar. Kemudian, pada perekmbangan berikutnya penggambaran garis mulai beragam dengan arah yang bervariasi pula. Selain itu mereka juga sudah mampu mambuat garis melingkar. Periode ini terbagi ke dalam tiga tahap, yaitu: 1) corengan tak beraturan, 2) corengan terkendali, dan 3) corengan bernama. Ciri gambar yang dihasilkan anak pada tahap corengan tak beraturan adalah bentuk gembar yang sembarang, mencoreng tanpa melihat ke kertas, belum dapat membuat corengan berupa lingkaran dan memiliki semangat yang tinggi Corengan terkendali ditandai dengan kemampuan anak menemukan kendali visualnya terhadap coretan yang dibuatnya. Hal ini tercipta dengan telah adanya kerjasama antara koordiani antara perkembangan visual dengan perkembamngan motorik. Hal ini terbukti dengan adanya pengulangan coretan garis baik yang horizontal , vertical, lengkung , bahkan lingkaran.
8
Corengan bernama merupakan tahap akhir masa coreng moreng. Biasanya terjadi menjelang usia 3-4 tahun, sejalan dengan perkembangan bahasanya anak mulai mengontrol goresannya bahkan telah memberinya nama, misalnya: “rumah”, “mobil”, “kuda”. Hal ini dapat digunakan oleh orang tua atau guru pada jenjang pendidikan usia dini (TK) dalam membangkitkan keberanianan anak untuk mengemukakan kata-kata tertentu atau pendapat tertentu berdasarkan hal yangdigambarkannya. Anak-anak memiliki jiwa bebas, ceria. Mereka sangat menyenangi warna-warna yang cerah misalnya dari crayon. Kesenangan menggunakan warna biasanya setelah ia bisa memberikan judul terhadap karya yang dibuatnya. Penggunaan warna pada masa ini lebih menekankan pada penguasaan teknik-mekanik penempatan warna berdasarkan kepraktisan penempatannya dibandingkan dengan kepentingan aspek emosi. Pada masa mencoreng, bila anak difasilitasi oleh orang tua maka akan memiliki peluang untuk melakukan kreasi dalam hal garis dan bentuk, mengembangkan koordinasi gerak, dan mulai menyadari ada hubungan gambar dengan lingkungannnya. Hal yang paling penting yang harus dilakukan oleh orang tua dan guru pada masa ini adalah dengan memberi perhatian terhadap karya yang sedang dibuat anak sehingga tercipta kemampuan komunikasi anak dengan orang deswasa secara melalui bahasa visual.
9
Gambar 3. 1 Setiap anak (usia 2-3 tahun) pada umumnya senang menggoreskan sesuatu (pensil, pena dan sejenisnya). Goresannya tak beraturan Sumber: Dokumentasi pribadi 2. Masa Pra Bagan (Pre Schematic Period) Usia anak pada tahap ini bisanya berada pada jenjang pendidikan TK dan SD kelas awal. Kecenderungan umum pada tahap ini, objek yang digambarkan anak biasanya berupa gambar kepala-berkaki. Sebuah lingkaran yang menggambarkan kepala kemudian pada bagian bawahnya ada dua garis sebagai pengganti kedua kaki. Ciri-ciri yang menarik lainnya pada tahap ini yaitu telah menggunakan bentuk-bentuk dasar geometris untuk memberi kesan objek dari dunia sekitarnya. Koordinasi tangan lebih berkembang. Aspek warna belum ada hubungan tertentu dengan objek, orang bisa saja berwarna biru, merah, coklat atau warna lain yang disenanginya.
10
Gambar 3.2 Kepala berkaki, ciri umum gambar anak usia 2-4 tahun Sumber: Dokumentasi Pribadi Penempatan dan ukuran objek bersifat subjektif, didasarkan kepada kepentingannya. Jika objek gambar lebih dikenalinya seperti ayah dan ibu, maka gambar dibuat lebih besar dari yang lainnya. Ini dinamakan dengan “perspektif batin”. Penempatan objek dan penguasan ruang belum dikuasai anak pada usia ini.
11
Gambar 3.3 Objek yang penting, “Bapak” dan “Ibu” dibuat lebih besar Sumber: Dokumentasi pribadi 3. Masa Bagan (Schematic Period) Konsep bentuk mulai tampak lebih jelas. Anak cenderung mengulang bentuk. Gambar masih tetap berkesan datar dan berputar atau rebah (tampak pada penggambaran pohon di kiri kanan jalan yang dibuat tegak lurus dengan badan jalan, bagian kiri rebah ke kiri, bagian kanan rebah ke kanan). Pada perkembangan selanjutnya kesadaran ruang muncul dengan dibuatnya garis pijak (base line).
Gambar 3.4 Penempatan objek gambar terletak pada garis dasar gambar (base line)
12
Sumber: Dokumentasi Pribadi Penafsiran ruang bersifat subjektif, tampak pada gambar “tembus pandang” (contoh: digambarkan orang makan di ruangan, seakan-akan dinding terbuat dari kaca). Gejala ini disebut dengan idioplastis (gambar terawang, tembus pandang). Misalnya gambar sebuah rumahyang seolah-olah terbuat dari kaca bening, hingga seluruh isi di dalam rumah kelihatan dengan jelas.
Gambar 3.5 Idioplastis, objek yang digambar tampak tembus pandang Sumber: Dokumentasi Pribadi
Kenyataan di atas diperkuat oleh pandangan Max Verworm (Zulkifli, 2002: 45) bahwa anak menggambar benda-benda menurut apa yang dilihatnya. Hasil karya anak-anak itu disebutnya gambar fisioplastik. Anak yang belum berumur 8 tahun belum mampu menggambar apa yang dilihatnya tetapi mereka menggambar maenurut apa yang sedang dipikirkannya. Hasil karya mereka itu disebut gambar ideoplastik.
13
Pada masa ini juga, kadang-kadang dalam satu bidang gambar dilukiskan berbagai peristiwa yang berlainan waktu. Hal ini dalam tinjauan budaya dinamakan continous narrative, anak sudah bisa memahami ruang dan waktu. Objek gambar yang dilukiskan banyak dan berulang menggambarkan sedang dilakukan. 4. Masa Realisme Awal (Early Realism) Pada periode Realisme Awal, karya anak lebih menyerupai kenyataan. Kesadaran perspektif mulai muncul, namun berdasarkan penglihatan sendiri. Mereka menyatukan objek dalam lingkungan. Selain itu kesadaran untuk berkelompok dengan teman sebaya dialami pada masa ini. Perhatian kepada objek sudah mulai rinci. Namun demikian, dalam menggambarkan objek, proporsi (perbandingan ukuran) belum dikuasai sepenuhnya. Pemahaman warna sudah mulai disadari. Warna biru langit berbeda dengan biru air laut. Penguasan konsep ruang mulai dikenalnya sehingga letak objek tidak lagi bertumpu pada garis dasar, melainkan pada bidang dasar sehingga mulai ditemukan garis horizon. Selain dikenalnya warna dan ruang, penguasaan unsur desain seperti keseimbangan dan irama mulai dikenal pada periode ini. Ada perbedaan kesenangan umum, misalnya: anak laki-laki lebih senang kepada menggambarkan kendaraan, anak perempuan kepada boneka atau bunga.
14
Gambar 3.6 Bunga sering digambar oleh anak perempuan
Gambar 3.7 Gambar pemandangan, upaya anak dalam meniru bentuk alam, tampak sudah mendekati kenyataan (realitas)
15
5. Masa Naturalisme Semu Pada masa naturalisme semu, kemampuan berfikir abstrak serta kesadaran sosialnya makin berkembang. Perhatian kepada seni mulai kritis, bahkan terhadap karyanya sendiri. Pengamatan kepada objek lebih rinci. Tampak jelas perbedaan anak-anak bertipe haptic dengan tipe visual. Tipe visual memperlihatkan kesadaran rasa ruang, rasa jarak dan lingkungan, dengan fokus pada hal-hal yang menarik perhatiannya. Penguasaan rasa perbandingan (proporsi) serta gerak tubuh objek lebih meningkat. Tipe haptic memperlihatkan tanggapan keruangan dan objek secara subjektif, lebih banyak menggunakan perasaannya. Gambar-gambar gaya kartun banyak digemari.
Gambar 3.8 Tokoh kartun banyak digemari anak-anak
Ada sesuatu yang unik pada masa ini, di mana pada satu sisi anak ekspresi kreatifnya sedang muncul sementara kemampuan intelektualnya berkembang dengan sangat pesatnya. Sebagai akibatnya, rasio anak seakan-akan menjadi penghambat
16
dalam proses berkarya. Apakah gambar ini seperti kucing? Sementara kemampuan menggambar kucing kurang misalnya. Sebagai akibatnya mereka malu kalau memperlihatkan karyanya kepada sesamanya. 6. Periode Penentuan Pada periode ini tumbuh kesadaran akan kemampuan diri. Perbedaan tipe individual makin tampak. Anak yang berbakat cenderung akan melanjutkan kegiatannya dengan rasa senang, tetapi yang merasa tidak berbakat akan meninggalkan kegiatan seni rupa, apalagi tanpa bimbingan. Dalam hal ini peranan guru banyak menentukan, terutama dalam meyakinkan bahwa keterlibatan manusia dengan seni akan berlangsung terus dalam kehidupan. Seni bukan urusan seniman saja, tetapi urusan semua orang dan siapa pun tak akan terhindar dari sentuhan seni dalam kehidupannya sehari-hari.
17
Gambar 3.9 Contoh karya anak 17 Tahun
LATIHAN
Untuk mengetahui pemahaman Anda terhadap materi yang telah dipelajari, silahkan Anda mengejakan latihan
1. Sebutkan pembabakan perkembangan seni rupa anak menurut Viktor Lowenfeld
2. Uraikan ciri-ciri masing masing peridode/masa
3. Kumpulkan gambar dari masing-masing periode kemudian buat bahasan/kajian menurut teori yang anda pelajari
18
RANGKUMAN
Mengenal perkembangan karakteristik anak diperlukan untuk melakukan pendekatan, perencanaan pembelajaran, memilih dan mentukan media, metode dan evaluasi. Anak Sekolah Dasar (SD) berusia sekitar 6 - 12 tahun sebagai masa sekolah, perlu didukung oleh guru agar masa peka ini dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh para siswa . Tahap-tahap perkembangan menggambar/seni rupa secara garis besar dapat dibedakan dua tahap karakteristik, yaitu kelas I sampai dengan kelas III ditandai dengan kuatnya daya fantasi-imajinasi, sedangkan kelas IV sampai dengan kelas VI ditandai dengan mulai berfungsinya kekuatan rasio. Ada dua cara untuk memahami perkembangan seni rupa anak-anak. Pertama, mengkaji teori-teori yang berkaitan dengan perkembangan senirupa anak menurut para ahli. Kedua, mengamati dan mengkaji karya anak secara langsung. Hal ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan karya anak berdasarkan rentang usia yang relevan dengan teori yang telah kita pelajari. Melalui kegiatan ini, diharapkan kita bisa memahami perkembangan seni rupa anak secara komprehensif. Pembagian masa/periodisasi dimaksudkan untuk lebih mengenal karya seni rupa anak dalam hal melakukan kegiatan dan penilaian. Pada umumnya semua periodisai yang dikemukakan oleh para ahli memiliki kesamaan, misalnya dimulai dari dua tahun.
TES FORMATIF
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan memilih a, b, c, atau d pada jawaban yang paling benar
1. Salah satu cara untuk memahami perkembangan seni rupa anak adalah….
a. Mengkaji teori-teori yang berkaitan dengan perekembangan seni rupa anak
19
b. Mengamati proses ketika anak berkarya seni rupa
c. Mengkaji dan menganalisis hasil karya seni rupa anak-anak
d. Mengikutsertakan anak untuk mengikuti perlombaan menggambar.
2. Rentang usia 6 – 10 tahun merupakan masa kekemasan dalam berekspesi. Hal ini diungkapkan oleh….
a. Victor Lowenfeld
b. Herbert Read
c. Rhoda Kelog
d. Piere Duquet
3. Berdasarkan teori tahap-tahap perkembangan menggambar/seni rupa, maka kelas …. ditandai dengan kuatnya fantasi-imajinasi
a. Kelas 1-2
b. Kelas 3-4
c. Kelas 1-3
d. Kelas 4-6
4. Manakah yang tidak mendukung pernyataan bahwa anak kelas tinggi di sekolah dasar tingkat spontanitas dalam menggambar semakin berkurang?
a. Kemampuan rasional anak sudah semakin matang sehingga dapat berfikir kritis.
b. Anak suka membandingkan hasil karyanya dengan hasil karya teman yang berbakat
c. Anak suka membandingkan proporsi dan bentuk karyanya dengan benda asli yang dilihatnya
d. Anak memiliki perasaan tertekan karena akan menghadapi ujian sekolah
5. Urutan tahap perkembangan seni rupa menurut Lowenfeld yang benar adalah….
a. Coreng-moreng, bagan, pra bagan, realisme awal, naturalisme semu, dan penentuan
b. Coreng-moreng, pra bagan, bagan, realisme awal, naturalisme semu, dan penentuan
20
c. Coreng-moreng, realisme awal, naturalisme semu, bagan, pra bagan, dan penentuan
d. Coreng-moreng, realisme awal, pra bagan, bagan, penentuan, dan naturalisme semu
6. Gambar siswa yang memperlihatkan kepala-berkaki terdapat pada masa…..
a. Coreng-moreng
b. Pra Bagan
c. Bagan
d. Realisme Awal
7. Karakteristik gambar pada masa Bagan, di antaranya…, kecuali:
a. idioplastis
b. base line
c. continous naratif
d. visual
8. Kemampuan seorang anak yang menggambarkan sesuatu secara realistis sesuai dengan apa yang dilihatnya menujukkan bahwa anak tersebut bertipe….
a. visual
b. haptik
c. kreatif
d. naturalis
9. Pemahaman dunia kesenirupaan anak-anak diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar seni rupa terutama untuk…, kecuali:
a. menjadi orang yang ahli mengkritik (kritikus) karya anak.
b. merancang bahan pengajaran, baik tahunan, semesteran, harian;
c. memilih dan menentukan jenis kegiatan yang sesuai dengan pusat minat (perangsang daya cipta) pada saat-saat tertentu;
d. memilih pendekatan dalam membina interaksi belajar mengajar yang baik;
21
10. Berdasarkan gambar yang ditampilkan, pada masa … dapat diketahui bahwa gambar karya anak-anak termasuk tipe visual atau haptik.
a. Pra Bagan
b. Bagan
c. Realisme Awal
d. Realisme Semu
Untuk melihat kemampuan Anda, coba cocokan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat pada akhir Bahan Belajar Mandiri ini. Kemudian hitunglah jawaban Anda yang benar dan gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap Materi Kegiatan Pembelajaran 1 ini. Rumus: Tingkat penguasaan= Jumlah Jawaban Anda yang benar x 100% 10 Arti tingkat penguasan yang Anda capai: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang
DAFTAR PUSTAKA
Duquet, Piere. (1953). “Creative Communication”. Education and Art. A Symposium. Paris: UNESCO. E, Muharam dan Sundaryati, Warti. (1991). Pendidikan Kesenian II Seni Rupa. Jakarta: Departeman Pendidikan dan Kebudyaaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.
Hausman, J. J. (1980). Arts and the Schools.
22
Kamaril, C. Dkk. (1999). Pendidikan Seni Rupa/Kerajinan Tangan. Jakarta: Universitas Terbuka. Lowenfeld, Victor dan Brittain, W. Lambert. (1975). Creative and Mental Growth. Six Edition. New York: Macmillan Publishing Co., Inc. Zulkifli, L. (2003). Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosdakarya.

TEORI DAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN BAHASA SERTA METODE DAN TEKNIK PEMBELAJARAN BAHASA


TEORI DAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN BAHASA SERTA METODE DAN TEKNIK PEMBELAJARAN BAHASA
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah




Disusun oleh :
Agus Suprianto           1101444
Ayundha Nabilah     1101291
Gita Miranti               1101449
Ridla Rahmi Aulia      1101442
 Rindy Berinda R       1101436
2A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS CIBIRU
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke Hadirat Ilahi Rabbi yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga tugas ini dapat terselesaikan. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini. Tidak sedikit hambatan yang ditemukan selama pengerjaan makalah ini, walaupun begitu kiranya masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini baik dalam hal isi, sistematika maupun teknik penulisannya. Sehingga peran serta semua pihak dalam hal kritik dan saran membangun sangatlah kami butuhkan untuk bias membuat makalah yang lebih baik di waktu mendatang
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca dan dapat membantu semua pihak dalam menambah pengetahuan dan wawasannya.




                       
Bandung,  Februari  2012



Penyusun





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar belakang................................................................................... 1
B.     Rumusan masalah.............................................................................. 2
C.     Tujuan penulisan............................................................................... 2
D.    Metode penulisan.............................................................................. 2
E.     Sistematika penulisan........................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Teori pembelajaran bahasa................................................................ 3
B.     Pendekatan pembelajaran bahasa...................................................... 9
C.     Metode pembelajaran bahasa............................................................ 12
D.    Teknik pembelajaran bahasa.............................................................. 15
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan....................................................................................... 18
B.     Saran................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

            Mengajar merupakan salah satu tugas utama seorang guru. Dalam  melaksanakan tugasnya tersebut, seorang guru memerlukan pedoman  yang dijadikan sebagai pegangan  agar apa yang dilakukannya sesuai dengan  kebijakan pemerintah yaitu  kebijakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kaitannya dengan  pelaksanaan  kegiatan proses belajar mengajar, peranan guru sebagai pendidik, pengajar, dan pembimbing yang paling  utama ialah kurikulum.
            Seperti yang telah diketahui, kurikulum disusun berdasarkan suatu pendekatan yang dilandasi pandangan atau filsafat tertentu. Apabila pandangan berubah, pendekatan berubah, maka kurikulum  pun akan berubah, dan ini berarti pedoman  proses belajar mengajar juga berubah. Perubahan  kurikulum ini dilakukan untuk menyesuaikan program pendidikan dengan kebutuhan masyarakat serta meningkatkan mutu pendidikan. Dalam beberapa dasa warsa ini, telah terjadi beberapa kali perubahan pendekatan dalam dunia pembelajaran, termasuk di dalamnya dunia pembelajaran bahasa.
            Selain pendekatan, seorang guru juga membutuhkan teori, metode, dan teknik pembelajaran agar proses belajar mengajar berlangsung dengan baik. Pada umumnya belajar bahasa merupakan belajar komunikasi dimana pendidik lebih berperan penting dalam keberhasilan peserta didiknya. Hal ini pun berhubungan dengan kemampuan dan strategi penerapan pendidik dalam  mentransferkan ilmu kepada peserta didiknya. Komunikasi yang terjadi dalam proses kegiatan belajar mengajar baik lisan maupun tulisan diarahkan untuk meningkatkan kulaitas peserta didiknya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana teori pembelajaran bahasa?
2.      Bagaimana pendekatan pembelajaran bahasa?
3.      Bagaimana metode pembelajaran bahasa?
4.      Bagaimana teknik pembelajaran bahasa?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui teori pembelajaran bahasa.
2.      Mengetahui pendekatan pembelajaran bahasa.
3.      Mengetahui metode pembelajaran bahasa.
4.      Mengetahui teknik pembelajaran bahasa.

D.    Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka. Penulis mendapatkan sumber dari buku dan internet yang kemudian disusun dan dijabarkan kembali dengan bahasa yang sesuai kemampuan dan keterampilan diri sendiri.

E.     Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari tiga bab. Bab pertama sebagai pendahuluan yang memiliki sub-bab lima buah yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Yang kemudian dilanjutkan pada bab kedua dengan berisi pembahasan yang memiliki empat sub-bab yaitu teori pembelajaran bahasa, pendekatan pembelajaran bahasa, metode pembelajaran bahasa, dan teknik pembelajaran bahasa. Di bab terakhir terdapat bab ketiga yaitu penutup yang berisikan kesimpulan dan saran dari semua pembahasan yang telah dijelaskan dalam makalah ini.




BAB II
PEMBAHASAN

A.     Teori pembelajaran bahasa
1.      Teori Behaviorisme
Tokoh aliran ini adalah John B. Watson (1878 – 1958) yang di Amerika dikenal sebagai bapak Behaviorisme. Teorinya memumpunkan perhatiannya pada aspek yang dirasakan secara langsung pada perilaku berbahasa serta hubungan antara stimulus dan respons pada dunia sekelilingnya. Menurut teori ini, semua perilaku, termasuk tindak balas (respons) ditimbulkan oleh adanya rangsangan (stimulus). Jika rangsangan telah diamati dan diketahui maka gerak balas pun dapat diprediksikan.
Seorang behavioris menganggap bahwa perilaku berbahasa yang efektif merupakan hasil respons tertentu yang dikuatkan. Respons itu akan menjadi kebiasaan atau terkondisikan, baik respons yang berupa pemahaman atau respons yang berwujud ujaran. Seseorang belajar memahami ujaran dengan mereaksi stimulus secara memadai dan memperoleh penguatan untuk reaksi itu.
Implikasi teori ini ialah bahwa guru harus berhati-hati dalam menentukan jenis hadiah dan hukuman. Guru harus mengetahui benar kesenangan siswanya. Hukuman harus benar-benar sesuatu yang tidak disukai anak, dan sebaliknya hadiah merupakan hal yang sangat disukai anak. Jangan sampai anak diberi hadiah menganggapnya sebagai hukuman atau sebaliknya, apa yang menurut guru adalah hukuman bagi siswa dianggap sebagai hadiah. Beberapa linguis dan ahli psikologi sependapat bahwa model Skinner tentang perilaku berbahasa dapat diterima secara memadai untuk kapasitas memperoleh bahasa, untuk perkembangan bahasa itu sendiri, untuk hakikat bahasa dan teori makna.
Upaya lain untuk mendukung teori Behaviorisme dalam pemerolehan bahasa dilakukan Osgood (1953). Dia menjelaskan bahwa proses pemerolehan semantik (makna) didasarkan pada teori mediasi atau penengah. Menurutnya, makna merupakan hasil proses pembelajaran dan pengalaman seseorang dan merupakan mediasi untuk melambangkan sesuatu. Pendapat para ahli psikologi behaviorisme yang menekankan pada observasi empirik dan metode ilmiah hanya dapat mulai menjelaskan keajaiban pemerolehan dan belajar bahasa tapi ranah kajian bahasa yang sangat luas masih tetap tak tersentuh.

2. Teori Nativisme
Berbeda dengan kaum behavioristik, kaum nativistik atau mentalistik berpendapat bahwa pemerolehan bahasa pada manusia tidak boleh disamakan dengan proses pengenalan yang terjadi pada hewan. Mereka tidak memandang penting pengaruh dari lingkungan sekitar. Selama belajar bahasa pertama sedikit demi sedikit manusia akan membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis telah terprogramkan. Dengan perkataan lain, mereka menganggap bahwa bahasa merupakan pemberian biologis. Menurut mereka bahasa terlalu kompleks dan mustahil dapat dipelajari oleh manusia dalam waktu yang relatif singkat lewat proses peniruan sebagaimana keyakinan kaum behavioristik. Jadi beberapa aspek penting yang menyangkut sistem bahasa menurut keyakinan mereka pasti sudah ada dalam diri setiap manusia secara alamiah.
Istilah nativisme dihasilkan dari pernyataan mendasar bahwa pembelajaran bahasa ditentukan oleh bakat. Bahwa setiap manusia dilahirkan sudah memiliki bakat untuk memperoleh dan belajar bahasa.
Manusia mempunyai bakat untuk terus menerus mengevaluasi sistem bahasanya dan terus menerus mengadakan revisi untuk pada akhirnya menuju bentuk yang diterima di lingkungannya. Chomsky dalam Hadley (1993: 49) mengemukakan bahwa bahasa anak adalah sistem yang sah dari sistem mereka. Perkembangan bahasa anak bukanlah proses perkembangan sedikit demi sedikit stuktur yang salah, bukan dari bahasa tahap pertama yang lebih banyak salahnya ke tahap berikutnya, tetapi bahasa anak pada setiap tahapan itu sistematik dalam arti anak secara terus menerus membentuk hipotesis dengan dasar masukan yang diterimanya dan kemudian mengujinya dalam ujarannya sendiri dan pemahamannya.
3. Teori Kognitivisme
Pada tahun 60-an golongan kognitivistik mencoba mengusulkan pendekatan baru dalam studi pemerolehan bahasa. Pendekatan tersebut mereka namakan pendekatan kognitif. Jika pendekatan kaum behavioristik bersifat empiris maka pendekatan yang dianut golongan kognitivistik lebih bersifat rasionalis. Konsep sentral dari pendekatan ini yakni kemampuan berbahasa seseorang berasal dan diperoleh sebagai akibat dari kematangan kognitif sang anak. Mereka beranggapan bahwa bahasa itu distrukturkan atau dikendalikan oleh nalar manusia. Oleh sebab itu perkembangan bahasa harus berlandas pada atau diturunkan dari perkembangan dan perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi manusia. Dengan demikian urutan-urutan perkembangan kognisi seorang anak akan menentukan urutan-urutan perkembangan bahasa dirinya.
Menurut aliran ini kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita menafsirkan peristiwa atau kejadian yang terjadi di dalam lingkungan. Titik awal teori kognitif adalah anggapan terhadap kapasitas kognitif anak dalam menemukan struktur dalam bahasa yang didengar di sekelilingnya. Pemahaman, produksi, komprehensi bahasa pada anak dipandang sebagai hasil dari proses kognitif anak yang secara terus menerus berubah dan berkembang. Bahasa dipandang sebagai manifestasi dari perkembangan aspek kognitif dan afektif yang menyatakan tentang dunia dan diri manusia itu sendiri.
4. Teori Fungsional
Dengan munculnya kontruktivisme dalam dunia psikologi, dalam tahun-tahun terakhir ini menjadi lebih jelas bahwa belajar bahasa berkembang dengan baik di bawah gagasan kognitif dan  struktur ingatan.
Para peneliti bahasa mulai melihat bahwa bahasa merupakan manifestasi kemampuan kognitif dan efektif untuk menjelajah dunia, untuk berhubungan dengan orang lain dan juga keperluan terhadap diri sendiri sebagai manusia. Kognisi dan perkembangan bahasa
a.    Piaget menggambarkan penelitian itu sebagai interaksi anak dengan lingkungannya dengan interaksi komplementer antara perkembangan kapasitas kognitif perseptual dengan pengalaman bahasa mereka. Penelitian itu berkaitan dengan hubungan antara perkembangan kognitif dengan pemerolehan bahasa pertama. Slobin menyatakan bahwa dalam semua bahasa, belajar makna bergantung pada perkembangan kognitif dan urutan perkembangannya lebih ditentukan oleh kompleksitas makna itu dari pada kompleksitas bentuknya. Menurut dia ada dua hal yang menentukan model:
1) Pada asas fungsional, perkembangan diikuti oleh perkembangan kapasitas komunikatif dan konseptual yang beroperasi dalam konjungsi dengan skema batin konjungsi.
2) Pada asas formal, perkembangan diikuti oleh kapasitas perseptual dan pemerosesan informasi yang bekerja dalam konjungsi dan skema batin tata bahasa.
b. Interaksi Sosial dan Perkembangan Bahasa
Akhir-akhir ini semakin jelas bahwa fungsi bahasa berkembang dengan baik di luar pikiran kognitif dan struktur memori. Di sini tampak bahwa kontruktivis sosial menekankan prespektif fungsional. Bahasa pada hakikatnya digunakan untuk komunikasi interaktif. Oleh sebab itu kajian yang cocok untuk itu adalah kajian tentang fungsi komunikatif bahasa, fungsi pragmatik dan komunikatif dikaji dengan segala variabilitasnya.

5. Teori Konstruktvisme
Jean Piaget dan Leu Vygotski adalah dua nama yang selalu diasosiasikan dengan kontruktivisme. Ahli kontruktivisme menyatakan bahwa manusia membentuk versi mereka sendiri terhadap kenyataan, mereka menggandakan beragam cara untuk mengetahui dan menggambarkan sesuatu untuk mempelajari pemerolehan bahasa pertama dan kedua.
Pembelajaran harus dibangun secara aktif oleh pembelajar itu sendiri dari pada dijelaskan secara rinci oleh orang lain. Dengan demikian pengetahuan yang diperoleh didapatkan dari pengalaman. Selain itu juga guru memainkan peranan penting dalam mendorong siswa untuk memperhatikan seluruh proses pembelajaran serta menawarkan berbagai cara eksplorasi dan pendekatan. Jika siswa telah mencobanya sendiri, maka pemahaman yang didapat tidak hanya berupa kata-kata saja, namun berupa konsep. Dalam rangka kerjanya, ahli konstruktif menantang guru-guru untuk menciptakan lingkungan yang inovatif dengan melibatkan guru dan pelajar untuk memikirkan dan mengoreksi pembelajaran.

6. Teori Humanisme
Teori ini muncul diilhami oleh perkembangan dalam psikologi yaitu psikologi Humanisme. Tujuan utama dari teori ini adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa agar bisa berkembang di tengah masyarakat. (McNeil,1977)
Sementara tujuan teori humanisme menurut Coombs (1981):
- Pengajaran disusun berdasarkan kebutuhan-kebutuhan dan tujuan siswa. program pengajaran diarahkan agar siswa mampu menciptakan pengalaman sendiri berdasarkan kebutuhannya. hal ini dilakukan untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki.
-                 Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengaktualisasikan dirinya dan untuk menumbuhkan kepercayaan dirinya.
§ Pengajaran disusun untuk memperoleh keterampilan dasar (akademik, pribadi, antar pribadi, komunikasi, dan ekonomi) berdasarkan kebutuhan masing-masing siswa.
§ Memilih dan memutuskan aktivitas pengajaran secara individual dan mampu menerapkannya.
§ Mengenal pentingnya perasaan manusia, nilai, dan persepsi.
§ Mengembangkan suasana belajar yang menantang dan bisa dimengerti.
§ Mengembangkan tanggung jawab siswa, mengembangkan sikap tulus, respek, dan menghargai orang lain, dan terampil dalam menyelesaikan konflik.
Para ahli psikologi menciptakan sebuah teori dimana pendidikan berpusat pada siswa (learner centered-pedagogy). Prakteknya dalam dunia pendidikan yaitu dengan menggabungkan pengembangan kognitif dan afektif siswa.
Dalam teori humanisme, setiap siswa memiliki tanggung jawab terhadap pembelajaran mereka masing-masing, mampu mengambil keputusan sendiri, memilih dan mengusulkan aktivitas yang akan dilakukan mengungkapkan perasaan dan pendapat mengenai kebutuhan, kemampuan, dan kesenangannya. Dalam hal ini, guru berperan sebagai fasilitator pengajaran, bukan menyampaikan pengetahuan.

7. Teori Sibernetik
Istilah sibernetika berasal dari bahasa Yunani (Cybernetics berarti pilot). Istilah Cybernetics yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi sibernetika, pertama kali digunakan th.1945 oleh Nobert Wiener dalam bukunya yang berjudul Cybernetics. Sibernetika adalah teori sistem pengontrol yang didasarkan pada komunikasi (penyampaian informasi) antara sistem dan lingkungan dan antar sistem, pengontrol (feedback) dari sistem berfungsi dengan memperhatikan lingkungan.
Seiring perkembangan teknologi informasi yang diluncurkan oleh para ilmuwan dari Amerika sejak tahun 1966, penggunaan komputer sebagai media untuk menyampaikan informasi berkembang pesat. Teknologi ini juga dimanfaatkan dunia pendidikan terutama guru untuk berkomunikasi sesama relasi, mencari handout (buku materi ajar), menerangkan materi pelajaran atau pelatihan, bahkan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa. Prinsip dasar teori sibernetik yaitu menghargai adanya 'perbedaan', bahwa suatu hal akan memiliki perbedaan dengan yang lainnya, atau bahwa sesuatu akan berubah seiring perkembangan waktu. Pembelajaran digambarkan sebagai : INPUT => PROSES => OUTPUT
Teori sibernetik diimplementasikan dalam beberapa pendekatan pengajaran (teaching approach) dan metode pembelajaran, yang sudah banyak diterapkan di Indonesia. Misalnya virtual learning, e-learning, dll.
Beberapa kelebihan teori sibernetik:
- Setiap orang bisa memilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan untuk dirinya, dengan mengakses melalui internet pembelajaran serta modulnya dari berbagai penjuru dunia.
- Pembelajaran bisa disajikan dengan menarik, interaktif dan komunikatif. Dengan animasi-animasi multimedia dan interferensi audio, siswa tidak akan bosan duduk berjam-jam mempelajari modul yang disajikan.
- Menganggap dunia sebagai sebuah 'global village', dimana masyarakatnya bisa saling mengenal satu sama lain, bisa saling berkomunikai dengan mudah, dan pembelajaran bisa dilakukan dimana saja tanpa dibatasi ruang dan waktu, sepanjang sarana pembelajaran mendukung.
- Ketika bertanya atau merespon pertanyaan guru atau instruktur, secara psikologis siswa akan lebih berani mengungkapkanya, karena siswa tidak akan merasa takut salah dan menanggung akibat dari kesalahannya secara langsung.

B.                 Pendekatan pembelajaran bahasa

Dalam proses belajar mengajar, kita mengenal istilah pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Istilah-istilah tersebut sering digunakan dengan pengertian yang sama; artinya, orang menggunakan istilah pendekatan dengan pengertian yang sama dengan pengertian metode, dan sebaliknya menggunakan istilah metode dengan pengertian yang sama dengan pendekatan; demikian pula dengan istilah teknik dan metode. Pendekatan merupakan dasar teoretis untuk suatu metode. Asumsi tentang bahasa bermacam-macam, antara lain asumsi yang menganggap bahasa sebagai kebiasaan; ada pula yang menganggap bahasa sebagai suatu sistem komunikasi yang pada dasarnya dilisankan; dan ada lagi yang menganggap bahasa sebagai seperangkat kaidah, norma, dan aturan. Asumsi-asumsi tersebut menimbulkan adanya pendekatan-pendekatan yang berbeda, yakni:
(1) Pendekatan belajar berbahasa berarti berusaha membiasakan dan menggunakan bahasa untuk berkomunikasi.
(2) Pendekatan belajar berbahasa berarti berusaha untuk memperoleh kemampuan berkomunikasi secara lisan sehingga berpengaruh pada kemampuan berbicara.
(3) Pendekatan pembelajaran bahasa yang harus diutamakan ialah pemahaman akan kaidah-kaidah yang mendasari ujaran, tekanan pembelajaran pada aspek kognitif bahasa, bukan pada kemampuan menggunakan bahasa.
            Pendekatan yang telah lama diterapkan dalam pembelajaran bahasa antara lain ialah pendekatan tujuan dan pendekatan struktural. Kemudian menyusul pendekatan-pendekatan yang dipandang lebih sesuai dengan hakikat dan fungsi bahasa, yakni pendekatan komunikatif.
a. Pendekatan Tujuan
Pendekatan tujuan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam setiap kegiatan belajar mengajar, yang harus dipikirkan dan ditetapkan lebih dahulu ialah tujuan yang hendak dicapai. Jadi, proses belajar mengajar ditentukan oleh tujuan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan itu sendiri.Pada bagian terdahulu telah disebutkan bahwa kurikulum disusun berdasarkan suatu pendekatan. Misalnya, untuk pokok bahasan menulis, tujuan pembelajaran yang ditetapkan ialah "Siswa mampu membuat karangan/cerita berdasarkan pengalaman atau informasi dari bacaan”. Dengan berdasar pada pendekatan tujuan, maka yang penting ialah tercapainya tujuan, yakni siswa memiliki kemampuan mengarang. Penerapan pendekatan tujuan ini sering dikaitkan dengan "cara belajar tuntas".
b. Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran bahasa dimana bahasa harus dipahami sebagai seperangkat kaidah, norma, dan aturan. Karena itu pembelajaran bahasa harus mengutamakan penguasaan kaidah-kaidah bahasa atau tata bahasa. Selain itu, pembelajaran bahasa perlu dititikberatkan pada pengetahuan tentang ketatabahasaan yang menjadi sangat penting. Jelas bahwa aspek kognitif bahasa lebih diutamakan. Dengan pedekatan struktural, siswa akan menjadi cermat dalam menyusun kalimat, karena mereka memahami kaidah-kaidahnya.
c. Pendekatan Komunikatif
Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang dilandasi oleh pemikiran bahwa kemampuan menggunakan bahasa dalam komunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran bahasa. Karena bahasa memiliki fungsi sebagai  sarana untuk berkomunikasi. Littlewood (1981) mengemukakan beberapa alternatif teknik pembelajaran bahasa. Dalam kegiatan belajar mengajar berupa pemberian latihan seperti :
(1) Memberikan informasi secara terbatas
Contoh:
(a) Mengidentifikasi gambar
Siswa yang melakukan Tanya jawab mengenai beberapa gambar dan saling berpendapat.
(b) Menemukan/mencari pasangan yang cocok
Guru memberikan gambar kepada siswa yang berbeda. Kemudian siswa-siswa tersebut mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada teman-temannya mengenai ciri-ciri gambar lalu siswa mengambil gambar yang cocok dengan ciri-ciri tersebut.
(c) Menemukan informasi yang ditiadakan
Guru memberikan informasi tetapi ada bagian-bagian yang sengaja ditiadakan. Siswa ditugasi mencari atau menemukan bagian yang tidak ada itu.
2) Memberikan informasi tanpa dibatasi bebas (tak terbatas)
Contoh:
(a) Mengomunikasikan contoh dan gambar
Siswa membawa model bentuk-bentuk yang telah diatur dan berbeda kemudian saling memberitahu gambar pada siswa lainnya.
(b) Menemukan perbedaan
Siswa membawa gambar mendiskusikan gambar tersebut sehingga menemukan perbedaannya.

(c) Menyusun kembali bagian-bagian cerita
Sebuah gambar cerita (tanpa dialog) dipotong-potong kemudian siswa harus menyusunnya kembali.
(3) Mengumpulkan informasi untuk memecahkan masalah
Siswa harus merencanakan suatu kegiatan kemudian mencari dan menyelesaikan masalahnya
(4) Menyusun informasi
Siswa diminta berimajinasi mengadakan acara kemudian menyusun informasi apa saja yang didapatnya.

C.     Metode pembelajaran bahasa
            Pada dasarnya guru adalah seorang pendidik. Pendidik adalah orang dewasa dengan segala kemampuan yang dimilikinya untuk dapat mengubah psikis dan pola pikir anak didiknya dari tidak tahu menjadi tahu serta mendewasakan anak didiknya. Salah satu hal yang harus dilakukan oleh guru adalah dengan mengajar di kelas. Salah satu yang paling penting adalah performance guru di kelas. Bagaimana seorang guru dapat menguasai keadaan kelas sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan. Dengan demikian guru harus menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didiknya.
            Tiap-tiap kelas bisa kemungkinan menggunakan metode pembelajaran yang berbeda dengan kelas lain. Untuk itu seorang guru harus mampu menerapkan berbagai metode pembelajaran. Disini saya akan memaparkan beberapa metode pembelajaran menurut Ns. Roymond H. Simamora, M.Kep yang dapat kita digunakan.
Macam-Macam Metode pembelajaran :
1. Metode Ceramah
Metode pembelajaran ceramah adalah penerangan secara lisan atas bahan pembelajaran kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam jumlah yang relatif besar. Dengan metode ceramah, guru dapat mendorong timbulnya inspirasi bagi pendengarnya. Metode ceramah cocok untuk digunakan dalam pembelajaran dengan ciri-ciri tertentu. Ceramah cocok untuk penyampaian bahan belajar yang berupa informasi dan jika bahan belajar tersebut sukar didapatkan.
            Metode pembelajaran diskusi adalah proses pelibatan dua orang peserta atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar pendapat, dan atau saling mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan kesepakatan diantara mereka. Pembelajaran yang menggunakan metode diskusi merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif dibanding metode ceramah. Metode ini dapat meningkatkan pemahaman anak pada konsep dan keterampilan memecahkan masalah. Tetapi dalam transformasi pengetahuan, penggunaan metode diskusi hasilnya lambat dibanding penggunaan ceramah. Sehingga metode ceramah lebih efektif untuk meningkatkan kuantitas pengetahuan anak dari pada metode diskusi.
3. Metode Demonstrasi
Metode pembelajaran demontrasi merupakan metode pembelajaran yang sangat efektif untuk menolong siswa mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan. Demonstrasi sebagai metode pembelajaran seorang guru atau seorang demonstrator (orang luar yang sengaja diminta) atau seorang siswa memperlihatkan kepada seluruh kelas sesuatu proses.
Kelebihan Metode Demonstrasi :
a.       Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan.
b.      Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari.
c.       Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat. Kelemahan metode Demonstrasi :
a.       Siswa kadang kala sukar melihat dengan jelas benda yang diperagakan.
b.      Tidak semua benda dapat didemonstrasikan.
c.       Sukar dimengerti jika didemonstrasikan oleh pengajar yang kurang menguasai apa yang didemonstrasikan.


4. Metode Ceramah Plus
Metode Pembelajaran Ceramah Plus adalah metode pengajaran yang menggunakan lebih dari satu metode, yakni metode ceramah yang dikombinasikan dengan metode lainnya.
Ada tiga macam metode ceramah plus, diantaranya yaitu:
a.       Metode ceramah plus tanya jawab dan tugas
b.      Metode ceramah plus diskusi dan tugas
c.       Metode ceramah plus demonstrasi dan latihan (CPDL)
5. Metode Resitasi
Metode Pembelajaran Resitasi adalah suatu metode pengajaran dengan mengharuskan siswa membuat resume dengan kalimat sendiri.
Kelebihan Metode Resitasi adalah :
a.       Pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari hasil belajar sendiri akan dapat diingat lebih  lama
b.      Peserta didik memiliki peluang untuk meningkatkan keberanian, inisiatif, bertanggung jawab dan mandiri.
Kelemahan Metode Resitasi adalah :
a.       Kadang kala peserta didik melakukan penipuan yakni peserta didik hanya meniru hasil pekerjaan orang lain tanpa mau bersusah payah mengerjakan sendiri.
b.      Kadang kala tugas dikerjakan oleh orang lain tanpa pengawasan.
c.       Sukar memberikan tugas yang memenuhi perbedaan individual.
6. Metode Eksperimental
Merupakan suatu cara pengelolaan pembelajaran di mana siswa melakukan aktivitas percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri suatu yang dipelajarinya. Dalam metode ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri dengan mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang obyek yang dipelajarinya.


7. Metode Study Tour (Karya wisata)
Metode study tour Study tour (karya wisata) adalah metode mengajar dengan mengajak peserta didik mengunjungi suatu objek guna memperluas pengetahuan dan selanjutnya peserta didik membuat laporan dan mendiskusikan serta membukukan hasil kunjungan tersebut dengan didampingi oleh pendidik.
8. Metode Latihan Keterampilan
Metode latihan keterampilan (drill method) adalah suatu metode mengajar dengan memberikan pelatihan keterampilan secara berulang kepada peserta didik, dan mengajaknya langsung ketempat latihan keterampilan untuk melihat proses tujuan, fungsi, kegunaan dan manfaat sesuatu (misal: membuat tas dari mute). Metode latihan keterampilan ini bertujuan membentuk kebiasaan atau pola yang otomatis pada pesertrta didik.
9. Metode Pengajaran Beregu
Metode pembelajaran beregu adalah suatu metode mengajar dimana pendidiknya lebih dari satu orang yang masing-masing mempunyai tugas.Biasanya salah seorang pendidik ditunjuk sebagai kordinator. Cara pengujiannya,setiap pendidik membuat soal, kemudian digabung. Jika ujian lisan maka setiapsiswa yang diuji harus langsung berhadapan dengan team pendidik tersebut
10. Metode Pemecahan Masalah (problem solving method)
Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekadar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, karena menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai pada menarik kesimpulan. Metode ini merangsang berfikir dan menggunakan wawasan tanpa melihat kualitas pendapat yang disampaikan oleh siswa. Seorang guru harus pandai-pandai merangsang siswanya untuk mengeluarkan pendapat.

D.       Teknik pembelajaran bahasa
            Teknik diartikan sebagai metode atau sistem mengerjakan sesuatu (KBBI, 2001:1158). Teknik pembelajaran merupakan cara guru menyampaikan bahan ajar yang telah disusun (dalam metode), berdasarkan pendekatan yang dianut. Teknik yang digunakan oleh guru bergantung pada kemampuan guru itu mencari akal atau siasat agar proses belajar mengajar dapat berjalan lancer dan berhasil dengan baik. Untuk metode yang sama dapat digunakan teknik pembelajaran yanmg berbeda-beda bergantung pada situasi kelas, lingkungan dan sifat-sifat siswa serta kondisi yang lain. Teknik pembelajaran ditentukan berdasar pada metode yang digunakan, dan metode disusun berdasarkan pendekatan yang dianut. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, teknik ini mengacu pada implementasi perencanaan pembelajaraan Bahasa Indonesia di depan kelas. Teknik bersifat prosedural. Teknik yang baik dijabarkan metode dan serasi dengan pendekatan.
Berikut sejumlah teknik dalam pembelajaran bahasa Indonesia:
1. Teknik Ceramah
Pelaksanaan teknik ceramah dikelas rendah dapat berbentuk cerita kenyataan, dongeng atau informasi tentang ilmu pengetahuan.
2. Teknik Tanya Jawab
Teknik tanya jawab dapat diterapkan pada latihan keterampilan menyimak, membaca, berbicara dan menulis. Selain guru bertanya pada murid, murid juga dapat bertanya pada guru.
3. Teknik Diskusi Kelompok
Teknik ini dapat dilakukan di kelas rendah dengan bimbingan guru. Peran guru terutama dalam pemilihan bahan diskusi, pemilihan ketua kelompok dan memotivasi siswa lainnya agar mau berbicara atau bertanya.
4. Teknik Pemberian Tugas
Teknik ini bertujuan agar siswa lebih aktif dalam mendalami pelajaran dan memiliki keterampilan tertentu, untuk siswa kelas rendah tugas individual seperti membuat catatan kegiatan harian atau disuruh menghafal puisi atau lagu.
5. Teknik Bermain Peran
Teknik ini bertujuan agar siswa menghayati kejadian atau peran seseorang dalam hubungan sosialnya. Dalam bermain peran siswa dapat mencoba menempatkan diri sebagai tokoh atau pribadi tertentu, misal: sebagai guru, sopir, dokter, pedagang, hewan, dan tumbuhan. Setelah itu diharapkan siswa dapat menghargai jasa dan peranan orang lain, alam dalam kehidupannya.


6. Teknik Karya Wisata
Teknik ini dilaksanakan dengan cara membawa langsung siswa kepada obyek yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Misalkan : museum, kebun binatang, tempat pameran atau tempat karya wisata lainnya.
7. Teknik Sinektik
Strategi pengajaran sinektik merupakan susatu strategi untuk menjadikan suatau masyarakat intelektual yang menyediakan berbagai siswa untuk bertindak kreatif dan menjelajahi gagasan-gagasan baru dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan alam, teknologi, bahasa dan seni.



                                   



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Mendidik, mengajar dan membimbing merupakan tugas mutlak yang harus dipenuhi oleh seorang guru. Dalam menjalankan tugasnya tersebut seorang guru membutuhkan teori, pendekatan, metode dan teknik agar pelaksanaan pembelajaran berlangsung dengan baik. Terdapat berbagai macam teori, pendekatan, metode, dan teknik yang dapat menjadi pilihan bagi guru untuk melangsungkan proses pembelajaran di sekolah. Teknik pembelajaran ditentukan berdasarkan  pada metode yang digunakan, dan metode disusun berdasarkan pendekatan yang dianut, sedangkan pendekatan diambil berdasarkan teori yang dipilih. Teori, pendekatan, metode, dan teknik yang digunakan harus disesuaikan pula dengan materi yang akan disampaikan.

B.     Saran
Guru diharapkan memahami dan menguasai teori, pendekatan, metode, dan teknik yang akan digunakan dalam prosesmpembelajaran. Penggunaan teori, pendekatan, metode, dan teknik  diharapkan menyesuaikan dengan materi yang akan disampaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Zuchdi, Darmiyanti. dan Budiasih. (1997). Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Jakarta: Departemen P dan K
Ian. (2010). Teknik Pembelajaran Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia:http:// ian43.wordpress.com/2010/10/25/teknik-pembelajaran-bahasa-indonesia/
Macam-macam Metode Pembelajaran. [Online]. Tersedia:http://belajarpsikologi .com/macam-macam-metode-pembelajaran/#ixzz1m2gOMob3
Iskandar, Denny.Materi Penmettek.[Online]. Tersedia: http://file.upi.edu /Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/196606291991031-DENNY_ISKANDAR/MATERI_PENMETTEK_SMP.pdf